Tuesday, October 22, 2013

Mini Hunting

Sunday night. We are the members of Komunitas Wisata Kuliner Tasikmalaya, right at Sudi Mampir Seafood on Kalektoran st Tasikmalaya city. Had videoshooting for our website. It's truly Tasikmalaya culinary. Just wait for the video in the next post!


Saturday, October 19, 2013

The Shoes

Spending Saturday nigh in front of the computer, browsing some interesting things, facebook-ing, then finding this note I wrote a few months ago:

Aku adalah seorang atlet lari yang sedang menunggu momen kejuaaraan marathon yang tinggal beberapa minggu lagi digelar. Sebagai peserta perjalanan panjang sehari semalam tersebut, aku menyiapkan diri secara maksimal. Terlebih medan yang dilalui cukup ekstrem karena start dimulai pada malam hari. Mulai dari hutan, sabana yang katanya memiliki banyak duri serta tanaman liar yang bikin kulit gatal, sampai jalanan beraspal yang diprediksi akan dilalui di siang harinya.

Bagi seorang atlet lari, sepatu adalah salah satu sahabat karib yang sangat menentukan keberhasilan dalam berbagai lomba dan kejuaraan. Bahkan saat latihan. Dalam perlombaan marathon nanti, aku memutuskan untuk membeli sepatu baru yang diharapkan bisa mengantarkanku menjadi juara, atau paling tidak, sepatu baru bisa menemani perjalanan panjangku sehingga akan terasa lebih menyenangkan.

Aku pergi ke toko sepatu melihat-lihat dan harus memilih satu diantara puluhan alas kaki yang dipajang. Ada satu sepatu yang benar-benar bisa menarik perhatianku. Warnanya hitam dengan detail abu-abu. Penjaga toko menawarkan sepatu lain yang katanya lebih berkualitas dan dapat diandalkan saat marathon nanti. Tapi pilihanku sudah jatuh kepada sepatu hitam yang tampak sederhana dan aku meyakinkan diri sepatu itu bisa menjadi teman, tidak hanya saat aku marathon tetapi juga saat latihan dan berbagai momen lain yang mengharuskanku memakai sepatu.

Aku tahu, tidak ada sepatu yang sempurna. Saat aku latihan, sepatu hitam itu pernah membuatku terpeleset di lantai licin. Hingga tiba saatnya marathon, aku memutuskan untuk memilih sepatu yang sama. Perlombaan dimulai di malam hari dengan garis awal berada di hutan. Aku dengan semangat terus berlari, kadang berjalan agar bisa sampai berada di garis finish bersama sepatu kesayangan. Tapi di tengah perjalanan, sepatu mulai tidak bersahabat. Kakiku mulai lecet karenanya. Hal itu memang biasa dan akupun mencoba menahan sakit. Hingga aku pun kebanyakan hanya berjalan daripada berlari. Lama-lama, baru aku menyadari, sepatu yang aku pakai ternyata tidak memiliki alas empuk selayaknya sepatu lari kebanyakan. Sambil tetap berjalan, aku bertanya-tanya, apakah aku salah memilih sepatu? Mungkin ini jenis sepatu yang diperuntukkan bagi penggemar olahraga aerobik, bukan untuk pelari ekstrem, pikirku.

Setelah melewati hutan yang memiliki medan panjang dan cukup terjal, kini aku memasuki suatu kawasan yang aku sendiri pun asing dengan suasananya. Semacam sabana dengan hamparan luas sejauh mata memandang. Tempatku menginjakkan kaki, mulai penuh duri tajam yang jika aku tidak hati-hati, sudah pasti kakiku terluka. Namun aku lagi-lagi mengandalkan sepatu hitam yang meskipun bikin kaki pegal dan lecet, tetapi tetap aku jadikan teman untuk berjalan.

Lagi-lagi di tengah perjalanan aku mendapatkan masalah. Aku dan sepatu kiri menginjak duri sehingga perjalananku sempat terhenti. Aku mencabut duri dari sepatuku, lalu berjalan lagi. Tapi tidak lama kemudian, giliran sepatu kanan. Aku pun kembali istirahat mengobati sedikit luka dan rasa pegal-pegal tak terkira di kakiku. Begitu melihat kedua alas sepatu, ternyata sudah tampak ada sobekan di bagian bawahnya. Aku baru menyadari, waktuku ternyata cukup banyak terbuang karena masalah sepatu. Mungkin atlet lain telah banyak yang berposisi jauh di depanku. Hal ini membuatku ragu apakah harus berjalan dengan atau tanpa sepatu.

Kenangan pertama saat aku melihatnya dipajang di toko membuatku memutuskan untuk tetap memakainya lagi. Perjalanan aku lanjutkan saat malam mulai menjanjikan pagi. Namun di sisa perjalanan dengan medan sabana, luka kakiku tambah parah karena ketidaknyamanan sepatu yang semakin menjadi. Kakiku berdarah-darah. Sedih melihat sepatu kesayangan kini tidak bersahabat lagi hingga tiba saatnya aku harus menempuh medan berupa aspal untuk mencapai garis finish.

Sakit di kakiku sebenarnya telah membuat badanku yang lain ikut sakit, tapi aku dengan keras kepala mencoba bertahan memakainya. Air mata pun seringkali tidak bisa ditahan dan akhirnya jatuh menahan kesakitan. Aku berhenti sejenak, berkontemplasi untuk mendapatkan solusi.

Kemudian dengan sedikit terpaksa, aku lepaskan sepatu yang selama ini menemani tetapi juga menyumbang luka di kaki. Aku buang dan lempar sepatu hitam ke belakang, menengoknya sebentar, lalu aku kembali berjalan tanpa alas kaki. Aspal di siang hari itu sudah mulai panas, lama-lama kakiku hampir tidak kuat menginjaknya. Sempat terpikir, aku mungkin tidak akan terlalu kepanasan menginjak aspal seperti ini kalau saja sepatu itu masih melekat di kaki. Tetapi di sisi lain, jika terus terluka karena sepatu, mungkin kakiku lama-lama infeksi dan harus diamputasi. Aku memilih untuk sayang terhadap kakiku daripada sepatu.

Akhirnya, aku tidak lagi mengingat sepatu itu. Sambil tetap berjalan dengan agak lemas, aku merasakan aspal mulai panas dan terus terasa lebih panas karena matahari tepat berada di atas. Aku yang berjalan loyo lama-lama terpaksa berlari menghindari aspal panas di kaki. Aku berlari secepat mungkin hingga beberapa atlet aku lewati dan aku berhasil mengejar ketertinggalan. Aku bisa berlari meski telanjang kaki tanpa sepatu, bahkan bisa bergerak lebih cepat. Begitu sampai di garis finish, ternyata aku adalah peserta pertama yang mencapainya. Aku adalah pemenang perjalanan marathon ini. Aku pun mendapatkan banyak hadiah yang selama ini aku inginkan. Satu diantaranya adalah sepatu baru.