Thursday, April 27, 2017

Istanbul Day 4: Galata Tower & Istiklal Street

 





The Museum of Innocence

Salah satu hal yang mendatangkan inspirasi ketika sedang berada di Istanbul bagi saya adalah ketika berkunjung ke Museum of Innocence. Dari tampilan luar, museum ini tidak begitu menarik. Hanya berupa apartemen berwarna merah di salah satu ruas jalan di Cukurcuma. Namun karena diberi rekomendasi oleh teman dari Jerman untuk memasukkan Museum of Innocent ke dalam daftar tempat yang harus saya kunjungi selama di Istanbul, saya akhirnya mencoba juga untuk ke sana.

Saat masuk ke dalam museum dan menengok ke sebelah kanan, tampak satu bidang dinding yang penuh dengan puntung rokok. Dari audio set yang saya sewa untuk menemani saya mengeksplorasi museum, dijelaskan bahwa museum tersebut adalah representasi dari novel yang ditulis Orhan Pamuk dengan judul The Museum of Innocence yang terbit tahun 1998.


Di dalam museum yang memiliki tiga lantai ini, terdapat 83 kotak kaca yang mewakili 83 bab di dalam novel. Menurut informasi yang saya dapat, novel The Museum of Innocence menceritakan tentang seorang pemuda kaya bernama Kemal yang jatuh cinta pada seorang perempuan dari kalangan bawah bernama Fusun.

Meski awalnya indah, namun kisah cinta beda kasta tersebut sempat membuat Kemal frustasi. Terlebih saat Kemal menyia-nyiakan cinta Fusun sehingga Fusun memutuskan untuk menikah dengan orang lain.

83 kotak kaca dalam museum berisi berbagai macam barang yang ada kaitannya dengan kisah cinta Kemal dan Fusun. Seperti tiket nonton, sepatu, dress, sampai tempat tidur single bed yang pernah menjadi tempat Kemal dan Fusun menghabiskan waktu bersama.


Di dalam novel, Kemal mengumpulkan berbagai barang yang berkaitan dengan Fusun, perempuan yang dia cintai untuk mengenangnya seumur hidup. Di dunia nyata, sang penulis novel merealisasikan museum tersebut bekerja sama dengan beberapa arsitek seperti Ihsan Bilgin, Cem Yuecel, dan Gregor Sunder Plassmann. Museum of Innocence didirikan tahun 2008 lalu dan berhasil menyedot perhatian turis yang datang ke Istanbul.

Meski tampak sederhana, namun menurut saya museum ini luar biasa berkat idenya. Museum ini seolah-olah menceritakan kisah cinta atau biografi seseorang, padahal ternyata museum ini menceritakan kisah cinta fiksi yang dibuat nyata. Dengan adanya museum ini, tentu novel The Museum of Innocence akan selalu dikenang dan memiliki nilai keberlanjutan atau sustainability.


Saya yang mengeksplorasi museum ditemani audio set pun merasa terhanyut dalam kisah percintaan antara Kemal dan Fusun saat itu. Sang penulis novel, Orhan Pamuk juga mampu menggambarkan Istanbul di masa lalu, antara tahun 1950 sampai awal tahun 2000 baik dalam novel ataupun dalam kotak-kotak kaca dalam museum.

Tidak heran, dengan ide yang extraordinary tersebut, museum ini mendapatkan penghargaan berupa European Museum of The Year tahun 2014.

Kunjungan ke Museum of Innocence dilakukan pada hari Rabu, 26 April 2017 bersama rekan dari Jerman.